HomePsikologiPsikologi KeluargaMengapa Wanita Mau Menjadi Tulang Punggung Keluarga?
Psikologi Keluarga

Mengapa Wanita Mau Menjadi Tulang Punggung Keluarga?

dr. Dyah Novita Anggraini, 09 Mar 2018

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Icon ShareBagikan
Icon Like

Kini, ada semakin banyak wanita yang menjadi tulang punggung keluarga sebagai pencari nafkah utama. Mengapa ini terjadi?

Mengapa Wanita Mau Menjadi Tulang Punggung Keluarga?

Umumnya, pria adalah tulang punggung keluarga, pencari nafkah utama bagi istri dan anak-anaknya. Namun, seiring perkembangan zaman, fenomena ini perlahan berubah, menggeser cara pandang konservatif yang menganggap tugas utama wanita sebagai istri adalah tinggal di rumah dan mengurus hal-hal domestik.

Kini, predikat tulang punggung keluarga yang biasa disematkan pada pria, mulai banyak diambil alih oleh wanita – dalam hal ini adalah istri – sebagai pencari nafkah utama. Sedangkan pria bisa jadi berpenghasilan lebih kecil atau tidak bekerja sama sekali.

Meski di Indonesia fenomena ini sering kali dianggap sebagai sebuah penyimpangan norma, tapi sebetulnya pertukaran peran ini dapat bernilai positif.

Kondisi setiap keluarga berbeda-beda. Masing–masing keluarga memiliki kebutuhannya sendiri, yang biasanya semakin banyak. Misalnya untuk biaya pendidikan anak, biaya pengobatan ketika salah satu anggota keluarga sakit, gaji pekerja rumah tangga atau babysitter, biaya rekreasi bersama keluarga saat akhir pekan, dan masih banyak lagi. Semua biaya tersebut sering kali tak cukup jika hanya mengandalkan penghasilan suami saja.

Faktor wanita menjadi tulang punggung keluarga

Pertukaran peran saat ini banyak terjadi karena adanya faktor penyebab yang menjadikan wanita mau menjadi tulang punggung keluarga. Ada banyak faktor yang mengharuskan sebuah keluarga dihadapkan pada pilihan seperti ini. Awalnya mungkin penyebab utamanya adalah karena keterpaksaan, misalnya karier istri memang lebih bagus dan menjanjikan dibandingkan dengan karier suami.

Selain itu, kondisi ini juga bisa terjadi karena suami di-PHK dari pekerjaannya, sehingga mau tak mau sang istri harus rela menjadi tulang punggung keluarga. Ada juga yang menganggap bahwa beban kerja istri di rumah tidaklah berat, sehingga lebih baik waktunya digunakan untuk bekerja sehingga menambah pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga.

Dengan berperannya wanita sebagai tulang punggung keluarga, tentunya peran mereka di dalam keluarga semakin besar, karena pada dasarnya wanita tugas utama wanita dalam keluarga adalah menjadi istri atau ibu. Kondisi ini mengharuskan para wanita tangguh ini perlu mengatur waktunya agar dapat menjalankan peran ganda tersebut secara baik dan seimbang.

Menurut sebuah riset Women Wealth Study dari Family Wealth Advisors Council, 4 dari 10 keluarga di Amerika Serikat, para istri merupakan tulang punggung keluarga. Tak hanya itu, 95 persen wanita memang memiliki peran besar dalam pengambilan keputusan seputar finansial keluarga dalam beberapa kondisi.

Wanita pencari nafkah lebih bahagia

Membahas mengenai istri yang berperan sebagai tulang keluarga, ada studi dari Universitas Connecticut, Amerika Serikat, yang mengatakan bahwa istri yang menjadi pencari nafkah utama lebih merasa bahagia dan sejahtera. Hal ini kemungkinan karena wanita memandang mencari nafkah sebagai suatu kesempatan atau pilihan, bukan tuntutan masyarakat.

Lewat studi tersebut, berkarier pada wanita menciptakan kebanggaan tersendiri. Bila suatu hari para wanita ini memutuskan untuk berhenti bekerja, maka mereka tidak akan merasa seperti pria yang sering kali dihujani pandangan merendahkan, khususnya di lingkungan konservatif.

Menjadi istri sebagai tulang punggung keluarga memang dapat membanggakan dan merasa dapat menaklukkan dunia, tapi pasti banyak tantangan yang menanti, khususnya yang menyangkut urusan rumah tangga dan peran utama sebagai istri dan/atau ibu. Berikut ini beberapa tip untuk menghindari konflik seputar hal ini.

1. Cari bantuan dalam mengurus pekerjaan rumah

Jika kedua orang tua bekerja, atau suami tidak bisa diandalkan untuk membersihkan rumah, lebih baik memiliki pekerja rumah tangga. Hal ini dapat membantu menyediakan waktu lebih untuk dihabiskan bersama keluarga, misalnya waktu bermain dengan anak atau mungkin kencan dengan suami sepulang kerja.

2. Pintar membagi waktu

Buatlah keputusan tentang seberapa lama Anda menghabiskan waktu di kantor. Ini penting supaya Anda tetap terlibat dalam aktivitas keluarga, seperti menjemput anak sekolah, menonton performanya pada pagelaran seni di sekolah, dan lain-lain.

3. Kelola stres dengan baik

Me time dapat membantu para istri tulang punggung keluarga ini mengurangi stres dan merasa lebih relaks. Ingat, Anda tak akan dapat memenuhi kebutuhan keluarga dan karier jika Anda tidak memprioritaskan kesehatan dan kesejahteraan diri.

4. Jangan sampai mengabaikan perasaan pasangan

Meski Anda adalah tulang punggung keluarga, penting untuk menganggap pasangan sebagai mitra yang setara. Jika suami kini menjadi “bapak rumah tangga” yang senantiasa tinggal di rumah, dorong ia perlahan untuk melakukan konsultasi atau bekerja dari rumah. Hal ini dapat membantunya terus aktif secara profesional, mempertahankan potensi penghasilannya, serta pelan-pelan menyiapkannya untuk masuk ke dunia kerja lagi. Diskusikan juga bagaimana Anda membagi hal-hal seputar keuangan keluarga, seperti membayar iuran. Apakah akan berdasarkan jumlah pengeluaran, atau persentase kontribusi pendapatan, atau pertimbangan lainnya.

5. Komunikasi adalah kunci

Komunikasi yang baik, khususnya seputar keuangan, sangat penting dalam setiap pernikahan dan keluarkan. Namun, pada kondisi ketika istri menjadi tulang punggung keluarga, komunikasi menjadi lebih penting. Istri yang memiliki pendapatan lebih besar dari suami masih merupakan situasi baru, karena itu perlu ada komunikasi dan perencanaan yang baik, sehingga para istri ini dan pasangannya dapat sama-sama merasa puas baik di rumah maupun di lingkungan profesionalnya.

Selain akan mendatangkan manfaat positif jika bekerja, istri yang menjadi tulang punggung keluarga harus siap dengan peran gandanya serta potensi terjadinya konflik dalam rumah tangga. Lakukan hal-hal di atas untuk mencegah konflik yang mungkin bisa terjadi di kemudian hari. Hindari bekerja terlalu keras karena dapat menyebabkan kelelahan fisik yang dapat menyebabkan pekerjaan dan rumah tangga terbengkalai.

Peranan suami dalam memberikan izin serta ketulusannya dalam menerima keputusan istri untuk menjadi tulang punggung keluarga harus dibuktikan dengan sikap mendukung, karena merupakan keputusan kedua belah pihak. Selama kedua belah pihak dapat beradaptasi dan menyadari “sedikit” perubahan perannya dalam keluarga, kondisi ini tidak akan menimbulkan dampak negatif dalam pernikahan. Dalam kondisi demikian, suami dan istri harus saling menghormati, menerima, dan menyadari peran utama masing-masing di dalam keluarga.

[RN/ RVS]

KeluargaWanitaIbu BekerjaWanita KarierTulang Punggung KeluargaHari Keluarga Internasional

Konsultasi Dokter Terkait