Sistem Endokrin

Intoleransi Agama Pengaruhi Hormon Ini dalam Tubuh

dr. Nadia Octavia, 19 Feb 2018

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Tindak intoleransi agama ternyata dapat memengaruhi hormon di dalam tubuh Anda.

Intoleransi Agama Pengaruhi Hormon Ini dalam Tubuh

Tindak intoleransi agama kembali terjadi di Indonesia. Kadang, hal ini memicu pertengkaran dan perselisihan di antara beberapa pihak. Tanpa sadar, luapan amarah dan kebencian dari dalam diri memengaruhi hormon tubuh.

Berdasarkan studi dari University of Valencia di Spanyol, ketika sedang marah (karena masalah apa saja, termasuk intoleransi agama), tubuh mengalami peningkatan denyut jantung, tekanan darah, produksi hormon testosteron, penurunan hormon kortisol (hormon stres), dan otak kiri lebih terstimulasi.

Luapan emosi dapat memengaruhi sistem saraf otonom di tubuh, sehingga mengontrol respons jantung dan sistem endokrin. Selain itu, aktivitas di otak, terutama lobus frontal dan temporal, juga akan terpengaruh.

Marah bisa picu reaksi hormon

Penelitian ini dilakukan pada 30 pria yang ditempatkan pada situasi sehari-hari yang memicu rasa marah. Sebelum dan tepat sesudah responden dipicu untuk marah, dilakukan pengukuran tekanan darah, denyut jantung, hormon kortisol, hormon testosteron dan aktivitas otak.

Hasilnya, seperti yang dipublikasikan di jurnal Hormones and Behavior, terjadi sejumlah perubahan dalam tubuh, yaitu terjadi peningkatan tekanan darah, denyut jantung, produksi hormon testosteron dan penurunan kadar hormon kortisol.

Sementara itu, berdasarkan sumber dari Mayo Clinic di Amerika Serikat, ada sedikit perbedaan dengan studi yang dilakukan oleh University of Valencia. Mayo Clinic menyebutkan bahwa bentuk kemarahan apa pun, mulai dari rasa frustrasi, kesal, hingga emosi marah tak terkontrol dapat memengaruhi emosi, fisik, dan aktivitas di otak.

Saat seseorang sedang marah, amigdala (terletak di antara lobus temporal otak) akan terangsang. Amigdala akan mengontrol emosi dan respons seseorang terhadap reaksi yang diterima. Misalnya, reaksi yang akan dikeluarkan spontan dan berpikir belakangan.

Efek domino dari rasa marah akan berlanjut pada kelenjar adrenal di tubuh yang mengontrol hormon adrenalin dan kortisol. Saat seseorang merasa sangat marah dan kesal, terjadi peningkatan kedua hormon ini. Anda pun menjadi lebih berenergi dan menggebu-gebu. Tekanan darah, ambang nyeri, suhu tubuh, napas, dan denyut jantung akan meningkat. Pupil mata juga akan berdilatasi atau membesar.

Respon tubuh ketika Anda marah

Para peneliti di University of Calgary, Alberta, Kanada menyebutkan bahwa suplai kemarahan secara terus-menerus akan “membingungkan” hippocampus (bagian otak yang merespons stres), dan membuat seseorang tidak mampu mengontrol rasa marah dalam jangka panjang.

Jika hal ini berlanjut terus-menerus, Anda lebih berisiko mengalami depresi, gangguan cemas, gangguan tidur, peningkatan tekanan darah, peningkatan risiko penyakit jantung, masalah di kulit seperti peningkatan risiko timbulnya jerawat, nyeri kepala atau migrain, dan gangguan saluran cerna.

Selain itu, saat sedang marah atau stres, tubuh akan mengeluarkan respons berupa peningkatan asam lemak dan gula darah untuk membentuk cadangan energi “darurat”. Jika berlangsung terus-menerus, asam lemak yang dikeluarkan dapat membuat timbunan lemak di pembuluh darah arteri. Maka tak heran bila orang yang sering marah-marah identik dengan penyakit jantung. 

Jadi, apa pun kondisi atau masalah yang sedang menimpa, baik isu intoleransi agama atau masalah lainnya, cobalah untuk menenangkan diri terlebih dahulu. Sebelum langsung mengeluarkan respons yang akan Anda sesali di kemudian hari, lebih baik berdiam diri.

[BA/ RVS]

hormonStrestubuhDepresiIntoleransi AgamaPenyakit Jantung

Konsultasi Dokter Terkait