Kesehatan Anak

Sekolah Inklusi untuk Anak Berkebutuhan Khusus

Dony Aprian, 07 Agt 2017

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Agar terhindari dari bullying, anak berkebutuhan khusus (ABK) sebaiknya menimba ilmu di sekolah inklusi.

Sekolah Inklusi untuk Anak Berkebutuhan Khusus

Kasus bullying yang marak beberapa hari ternyata membawa ketakukan sendiri bagi para orang tua, khususnya mereka yang memilik anak berkebutuhan khusus. Karena itu, anak berkebutuhan khusus sebaiknya mendapatkan pendidikan di sekolah inklusi.

Menurut Kepala Sekolah SDN Kramat Jati 16, Siti Salmah, proses belajar mengajar yang ia terapkan berbeda dengan sekolah lain. Pasalnya, beberapa siswa di sekolah tersebut merupakan anak berkebutuhan khusus.

“Setiap pagi sebelum para siswa masuk ke kelas, saya alokasikan waktu 30 menit untuk berada di lapangan. Di situ saya bersosialisasi dengan para murid, dari kelas 1 hingga kelas 6, baik dengan siswa reguler maupun ABK,” jelas Siti pada wartawan di sela-sela acara Kita=Sama yang digelar Interface BPN & Optima Media di Jakarta, Selasa (25/7/2017).

“Tidak ada perbedaan kecuali hari Senin karena ada upacara bendera. Upacara bendera pun tidak ada pembedaan baik untuk siswa reguler maupun siswa yang merupakan ABK,” lanjut Siti.

Siti mengatakan, ada sekitar 33 siswa ABK yang tersebar dari kelas 1 sampai 6. Meski tidak ada perbedaan dalam hal sosialisasi, di sekolah tersebut Siti memberikan ilmu pelajaran yang berbeda antara siswa reguler dan siswa ABK, walaupun pada tingkatan yang sama.

“Kami harus melihat keistimewaan dan kekurangan dari anak tersebut dari penjelasan orangtuanya terlebih dahulu. Sebab anak berkebutuhan khusus berbeda dengan reguler, di mana ada bidang tertentu yang harus ditonjolkan berdasarkan kemampuan siswa tersebut,” kata Siti.

Tak hanya itu, agar terhindar dari aksi bullying yang dilakukan temannya, peran aktif guru dalam melakukan interaksi yang hangat di kelas juga diperlukan.

“Guru harus memberikan pengetahuan kepada siswa reguler agar tidak ada ejekan. Misalnya, jika di dalam kelas ada siswa ABK yang belum dapat duduk tenang. Guru dapat mengajak siswa reguler untuk membujuk dengan halus teman mereka tersebut. Intinya, kami melibatkan mereka dalam berkomunikasi,” lanjutnya.

Sedangkan menurut Psikolog Saskhya Aulia Prima, kebanyakan bullying terjadi karena pelaku tidak memahami karakter mereka yang memiliki kebutuhan khusus.

“Anak berkebutuhan khusus secara fisik tidak ada perbedaan. Saat berinteraksi barulah terlihat berbeda. Kadang-kadang pelaku bullying tidak paham dan menganggap mereka aneh. Oleh karena itu, dari kecil mereka seharusnya sudah berlatih untuk berinteraksi dan berkomunikasi dalam satu wadah agar mengerti. Sebab ABK biasanya sangat lebih sensitif,” katanya.

Saskhya menyarankan agar orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus untuk memilih pendidikan yang sesuai dengan minat dan bakal anak itu sendiri.

Meski bullying tak seharusnya dibiarkan, sekolah inklusi bisa menjadi tempat yang tepat untuk anak berkebutuhan khusus dalam menimba ilmu. Kendati demikian, jangan pernah membatasinya dalam berbagai hal karena hal tersebut akan menghambatnya di kemudian hari.

(RH)

Anak Berkebutuhan KhususBullyingliputanSekolah Inklusi

Konsultasi Dokter Terkait