HomeInfo SehatTulangSusu vs Osteoporosis
Tulang

Susu vs Osteoporosis

Klikdokter, 01 Feb 2010

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Icon ShareBagikan
Icon Like

Sejak di penghujung 2009 lalu, kita dihantui kebingungan persoalan mispersepsi susu yang justru malah dapat memicu osteoporosis, bukan sebaliknya. Seorang guru besar kedokteran dari Albert Einstein College of Medicine, Amerika Serikat, Hiromi Shinya,

Susu vs Osteoporosis

Sejak di penghujung 2009 lalu, kita dihantui kebingungan persoalan mispersepsi susu yang justru malah dapat memicu osteoporosis, bukan sebaliknya. Seorang guru besar kedokteran dari Albert Einstein College of Medicine, Amerika Serikat, Hiromi Shinya, mengemukakan persepsi demikian dalam buku berjudul The Miracle of Enzyme: Self Healing Program.

Dalam buku yang terbit pertama pada tahun 2007 tersebut, beliau mengemukakan hasil penelitiannya yang memuat salah satu tesisnya yang bertentangan dengan persepsi umum bahwa susu dapat membuat tulang manusia lebih kuat.

Hasil penelitian Shinya menyatakan minum susu terlalu banyak justru memicu osteoporosis. Shinya berpendapat, konsentrasi kalsium dalam darah tiba tiba meningkat setelah kita meminum susu. Akibatnya, tubuh mengembalikan kondisi ke kadar normal secara alamiah dengan cara membuang kalsium dari ginjal melalui urine.

”Saat minum susu, konsentrasi kalsium dalam darah Anda tiba-tiba meningkat. Walaupun sepintas lalu hal ini mungkin terlihat seperti banyak kalsium telah terserap, peningkatan jumlah kalsium dalam darah ini memiliki sisi buruk. Ketika konsentrasi kalsium dalam darah tiba-tiba meningkat, tubuh berusaha untuk mengembalikan keadaan abnormal ini menjadi normal kembali dengan membuang kalsium dari ginjal melalui urine,” demikian kemuka Shinyayang tertulis pada bukunya yang telah mengalami tiga kali proses cetak ulang di Indonesia dari tahun 2007.

Lebih lanjut pakar pencernaan yang telah memeriksa 300.000 organ pencernaan pasiennya selama 35 tahun ini memberikan bukti statistik perbandingan jumlah pasien osteoporosis antara negara dengan konsumsi susu tinggi seperti Amerika Serikat, Swedia, Denmark, dan Finlandia, yang memiliki kasus retak tulang panggul dan osteoporosis jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara negara Asia dan Afrika, yang konsumsi susunya lebih rendah.

Pria berusia 75 tahun ini bukanlah orang yang pertama kali melemahkan persepsi meminum susu memperkuat tulang, sebuah penelitian A National Institute of Health Study dari Universitas California (2001) mengemukakan, kaum wanita yang mengonsumsi protein hewani dimana susu diantaranya, memiliki risiko kehilangan massa tulang tiga kali lipat dibanding yang memilih sumber dari sayuran.

Tidak hanya itu, peneliti gizi Robert P. Heaney menulis di Journal of the American Dietetic Association (1993) mengemukakan bahwa peningkatan konsumsi protein akan diikuti pembuangan kalsium melalui urine. Pun para peneliti dari Universitas Sydney dan Rumah Sakit Westmead menemukan, konsumsi produk susu akan meningkatkan risiko retak tulang (American Journal of Epidemiology, 1994).

Paradoks Shinya
Paradoks Shinya memang sensasional. Diperlukan penelitian lebih menyeluruh pada isu ini, karena dewasa ini tengah terjadi pembentukan persepsi besar-besaran di tengah masyarakat yang berkenaan dengan isu ini. Tak ayal, produsen suplemen anti-osteoporosis yang menjamur dewasa ini kian kehilangan posisinya sebagai perlawanan terhadap osteoporosis.

Belum lagi Shinya mengemukakan, bagaimana sepantasnya susu sapi hanya cocok untuk anak sapi. Sedangkan usaha manusia dalam menjawab kebutuhan asupan susu yang menciptakan susu tiruan sebagai pengganti air susu ibu yang mendekati kualitas gizi air susu ibu. Tambahan paradoks Shinya lainnya seolah kian  menyudutkan persepsi susu sebagai pelengkap kebutuhan gizi manusia kian salah.

Namun bagaimanapun, susu tetap membawa manfaat kebaikan bagi kesehatan tubuh manusia. Kandungan alami yang terdapat pada susu sapi yang membawa manfaat kebaikan bagi tubuh manusia diantaranya seperti asam lemak omega-3 dan omega-6 yang berperan penting dalam pembentukan sel-sel otak dan proses penglihatan.

Tidak hanya itu, sphingomyelin yang dimiliki oleh susu memberikan manfaat kebaikan susu bagi sistem syaraf manusia. Disamping itu kandungan vitamin pada susu yang merupakan zat gizi berupa komponen organik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk membantu metabolisme pada makhluk hidup.

Vitamin pada susu tidak hanya dibutuhkan oleh manusia yang sedang menjalani proses tumbuh kembang, susu pada manusia dewasa juga mengambil peran penting menjawab kebutuhan zat gizi penting dalam proses regenerasi sel, serta memungkinkan tubuh menggunakan energi kimiawi yang berasal dari makanan selain membantu proses protein, karbohidrat serta lemak yang dibutuhkan untuk
kesehatan pernapasan.

Susu sebagai proses anti-penuaan dini, dimana manfaat vitamin pada susu juga dapat berfungsi sebagai antioksidan. Antioksidan adalah molekul yang dapat memperlambat atau mencegah reaksi oksidasi dari
molekul lain. Reaksi oksidasi dapat menghasilkan radikal bebas, yang menyebabkan terjadinya reaksi berantai perusakan sel. Vitamin yang termasuk antioksidan adalah vitamin C (asam askorbat) dan vitamin E (á-tokoferol). Dengan demikian, jika pada sel pada tubuh kita lebih tahan lama dalam menjalankan perannya, maka organ tubuh kian lebih tahan lama berfungsi dan perusakan dini dapat terhindari.

Sumber Asupan Alternatif Kalsium

Asupan kalsium tidak melulu harus dari susu. Manfaat dibalik kecilnya tubuh Ikan teri serta rumput laut memberikan manfaat kalsium yang lebih baik daripada susu. Karena asupan tersebut memiliki sifat tidak terlalu cepat diserap yang memberikan manfaat meningkatkan jumlah kalsium dalam darah.

Pendapat Shinya bisa ada benarnya, namun bukan berarti kita harus meninggalkan kebiasaan positif meminum susu. Karena lebih banyak manfaat susu bagi tubuh kita dibandingkan dampak lainnya. Apalagi di tengah keprihatinan masyarakat Indonesia yang masih rendah akan kesadaran dari manfaat meminum susu.[](DA)

 

 

Konsultasi Dokter Terkait