Tips Parenting

Orang Tua Sering Berteriak pada Anak, Ini Efek Negatifnya

dr. Devia Irine Putri, 14 Apr 2022

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Maksud hati mendidik dengan tegas, kebiasaan orangtua berteriak pada anak malah menjadi bumerang bagi karakter sang buah hati.

Orang Tua Sering Berteriak pada Anak, Ini Efek Negatifnya

Sebagai orangtua, ada kalanya Anda merasa kesal terhadap tingkah anak yang sulit diatur. Rasa ingin memarahinya pun sulit untuk dibendung. Meski begitu, Anda sebaiknya tidak berteriak pada anak dengan alasan apa pun.

Pasalnya, berteriak dengan alasan mendidik tegas, sangat tidak baik untuk kepribadian maupun perkembangan karakter anak kelak. Simak ulasannya di bawah ini.

Dampak Sering Berteriak pada Anak

Alih-alih menasehati dengan lembut, masih banyak orangtua yang lebih memilih meneriaki anaknya. Padahal dampak berteriak pada anak dapat memengaruhi psikologinya. Berikut dampak bicara keras pada anak.

1. Anak Menjadi Ketakutan dan Trauma

Sering berteriak kepada anak akan membuat ia menjadi ketakutan dan trauma dengan orangtuanya. Padahal orangtua merupakan sosok yang seharusnya dekat dengan anak.

Hal ini akan merenggangkan hubungan antara anak dan orangtua dan tentunya ini akan berdampak negatif hingga kemudian hari.

Artikel Lainnya: 7 Pola Asuh yang Menjauhkan Anak dari Kesuksesan

2. Anak Akan Sering Berteriak Kepada Orang Lain

Anak belajar dengan cara mencontoh dan salah satu yang paling sering tiru adalah perilaku orangtua. 

Itu sebabnya, jika orangtua sering berteriak memarahi, anak juga akan melakukan hal yang sama saat bermain dengan temannya. Jika memiliki adik, maka ia juga akan sering meneriaki adiknya.

3. Anak Akan Menjadi Mudah Marah

Kondisi emosi anak juga menjadi lebih labil jika sering diteriaki. Mengapa demikian? Anak yang sering diteriaki akan memiliki masalah dalam proses perkembangan maturasi kondisi emosinya. 

Dampaknya, ia akan berkembang menjadi anak yang mudah marah dan memiliki emosi yang labil. Kelak hal ini akan mengganggu proses interaksi sosial anak setelah beranjak dewasa.

4. Anak Lama Kelamaan Menjadi Kebal

Sering dimarahi awalnya akan membuat anak ketakutan. Namun, lama-kelamaan anak menjadi kebal dengan teriakan orangtua. Ia menganggap itu merupakan hal wajar yang terjadi di rumah.

Sebaliknya, anak yang sangat jarang diteriaki pastinya akan mengerti jika sampai orangtua berteriak, maka itu merupakan kesalahan yang sangat fatal yang tidak boleh diulanginya.

Artikel Lainnya: Pola Asuh Permisif, Baik atau Buruk?

5. Anak Akan Melawan Orangtua

Ketika masih dalam proses tumbuh kembang, anak yang sering diteriaki tidak hanya kebal dengan teriakan, tapi juga akan tumbuh menjadi anak yang melawan orangtua. 

Bisa jadi suatu saat, saat ia diteriaki tentang sesuatu yang ia anggap benar maka ia akan balas meneriaki orangtuanya.

6. Berteriak Akan Memengaruhi Perkembangan Otak Anak  

Akibat sering berteriak pada anak yang jarang disadari adalah dapat mengganggu perkembangan otaknya. Hal ini terjadi karena pada dasarnya otak manusia lebih cepat memproses informasi negatif dibandingkan hal-hal positif.

Sebuah penelitian membandingkan hasil tes MRI otak antara orang yang memiliki riwayat parental abuse saat masa kanak-kanak dengan orang yang tidak memiliki riwayat tersebut. 

Hasilnya, ditemukan perbedaan di bagian otak yang bertanggung jawab dalam memproses suara dan bahasa. Tentunya hal ini dapat berdampak pada perilaku dan pola pikirnya di kemudian hari.

7. Meningkatkan Risiko Depresi

Dampak berteriak pada anak juga mempengaruhi aspek psikologinya. Berteriak memarahi dapat meningkatkan risiko anak mengalami depresi.

Anak-anak mungkin akan merasa sedih, takut, dan cemas ketika orangtuanya berteriak. Tidak jarang, kata-kata yang kurang pantas keluar dari mulut orangtua, sehingga menyebabkan luka hati yang mendalam. 

Karena itu, perilaku anak-anak bisa berubah menjadi depresi atau kecemasan. Apabila tidak diatasi, bukan tidak mungkin perilaku anak berkembang ke arah yang buruk dan berakhir dengan merusak diri.

8. Berteriak Memicu Masalah Kesehatan 

Pengalaman yang dialami sedari kecil hingga dewasa membantu membentuk kehidupan seseorang. Pengalaman yang tak menyenangkan, misalnya sering diteriaki orangtua di masa kanak-kanaknya, tidak dimungkiri dapat membuat si kecil stres. 

Tanpa disadari, stres dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Tidak hanya berdampak kepada kesehatan mental, tetapi juga berhubungan dengan kesehatan fisik. 

Beberapa masalah kesehatan fisik yang sering dikeluhkan, misalnya sakit kepala, nyeri punggung dan leher, hingga peradangan sendi.

Cara Mendisiplinkan Anak Tanpa Berteriak

Orangtua sebenarnya bisa mendisiplinkan anak tanpa harus berteriak. Berikut beberapa tipsnya:

1. Mulai dengan Memberikan Contoh yang Baik

Jika ingin mengajari sesuatu kepada anak, mulailah dengan mencontohkan hal tersebut. Anak-anak sangat mudah mengikuti perangai orangtuanya. 

Ajarkan hal-hal baik kepada anak sejak dini, termasuk kedisiplinan, agar ia terbiasa dengan hal tersebut.

2. Ajak Anak Berbicara

Cara lain yang perlu dilakukan adalah mengajak anak berbicara empat mata. Terangkan secara baik dan halus mengenai arti kedisiplinan dan manfaat kedisiplinan.

Berikan ruang bagi anak untuk bertanya apa pun terkait hal tersebut. Dengan cara ini, anak akan mengerti pentingnya kedisiplinan dan mempererat hubungan antara orangtua dan anak.

3. Diskusikan Manfaat dan Keburukan Melakukan Suatu Hal

Saat berdiskusi mengenai kedisiplinan, sebaiknya bicarakan mengenai hal-hal yang sering anak lakukan. Ajak anak berpikir apakah hal yang sering dilakukannya merupakan hal baik atau sebaliknya.

Biarkan anak menilai sendiri perbuatan-perbuatannya di masa lampau, baik dari segi manfaat maupun keburukannya.

Artikel Lainnya: Pentingnya Menerapkan Pola Asuh yang Konsisten pada Anak

4. Berikan Sanksi yang Membangun Jika Anak Melakukan Kesalahan

Orangtua juga tidak boleh bersifat permisif, artinya membiarkan anak melakukan apa pun. Anda tetap perlu melatih kedisiplinan anak, misalnya dengan memberikan sanksi jika anak melakukan suatu kesalahan.

Sebaiknya sanksi yang diberikan tidak melibatkan hukuman fisik, tapi carilah jenis sanksi yang membangun. 

Sebagai contoh, Anda bisa memberikan hukuman kepada anak dengan menghafalkan kosakata bahasa Inggris, membersihkan rumah, membatasi waktu menonton televisi, dan lain-lain.

5. Berikan Pujian Jika Anak Melakukan Kebaikan

Jangan sampai orangtua hanya menegur jika anak melakukan kesalahan. Akan tetapi, orangtua juga perlu memberikan pujian atas pencapaian yang diperoleh anak.

Selain pujian, orangtua juga dapat memberikan hadiah yang bersifat membangun jika anak melakukan suatu kebaikan atau prestasi. Hal tersebut dapat meningkatkan semangat anak untuk hidup lebih teratur.

Jika Anda masih memiliki pertanyaan seputar topik ini, silakan berkonsultasi dengan dokter kami melalui layanan Live Chat di aplikasi KlikDokter.

(OVI/JKT)

Referensi:

Healthline. Diakses 2022. 5 Serious Long-Term Effects of Yelling At Your Kids

Parenting
pola asuh
Anak