ASI merupakan susu terbaik untuk bayi karena memiliki kandungan gizi lengkap; seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral, serta vitamin. Di samping itu, ASI mengandung antibodi yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan virus.
Sayangnya pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara lain. Bagaimana bisa?
Menurut data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar), dalam tingkat ibu menyusui eksklusif Indonesia menduduki peringkat 30 dari 33 negara Asia. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia/SDKI mengungkapkan bahwa pada tahun 2010, dengan rata-rata per tahun 4 juta kelahiran, prevalensi ASI eksklusif hanya 15,3%. Angka pemberian ASI eksklusif di Indonesia ini tergolong sangat rendah.
Menurut data yang didapat dari World Breastfeeding Trends Initiative (WBTI) pada tahun 2012, hanya 27,5% ibu di Indonesia yang berhasil memberi ASI eksklusif. Hasil tersebut membuat Indonesia berada di peringkat 49 dari 51 negara yang mendukung pemberian ASI eksklusif. Tahun 2013, prevalensi menyusui hanya ASI saja dalam 24 jam terakhir pada bayi umur 6 bulan meningkat dari 15,3% pada tahun 2010 menjadi 30,2%. Sedangkan pada tahun 2014 Indonesia –khususnya Kementerian Kesehatan– memiliki target pemberian ASI eksklusif sebesar 80%.
Berikut perbandingan ibu menyusui ASI eksklusif antara negara Indonesia dengan negara lain. Kamboja berhasil meningkatkan tingkat pemberian ASI eksklusif untuk bayi di bawah 6 bulan secara drastis dari 11,7 persen (2000) menjadi 74 persen (2010). Togo dan Zambia juga meningkat dari 10 dan 20 persen (1990) menjadi lebih dari 60 persen (2000). Pada sisi lainnya, tingkat pemberian ASI eksklusif di Tunisia turun drastis dari 46,5 persen (2000) menjadi hanya 6,2 persen pada akhir dekade ini.
Negara |
Persentase Ibu Menyusui Bayi di Bawah 6 Bulan |
Persentase Ibu yang Melanjutkan Menyusui Bayi di Atas 6 Bulan |
Swedia |
98 |
53 |
Norwegia |
98 |
50 |
Polandia |
93 |
10 |
Kanada |
80 |
24 |
Belanda |
68 |
25 |
Inggris |
63 |
21 |
Amerika |
57 |
20 |
(RS/RH)