Menu
KlikDokter
Icon Search
Icon LocationTambah Lokasi KamuIcon Arrow
HomeIbu Dan anakKesehatan AnakLeukemia Tak Pupuskan Harapanku untuk Menjadi Dokter
Kesehatan Anak

Leukemia Tak Pupuskan Harapanku untuk Menjadi Dokter

dr. Nadia Octavia, 15 Feb 2017

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Icon ShareBagikan
Icon Like

Mimpi adalah milik siapa saja, tak terkecuali Jodi. Hidup dengan leukemia tidak membuatnya lelah dan berhenti memiliki cita-cita.

Leukemia Tak Pupuskan Harapanku untuk Menjadi Dokter

Sesungguhnya, tak pernah terbayang olehku harus hidup dengan leukemia. Mendengar namanya saja aku tak pernah. Tapi sebelum mendengar kisahku lebih jauh, perkenalkan terlebih dahulu, namaku Jodi Natal Sihombing. Aku dilahirkan 11 tahun lalu di Batam.

Seperti anak kelas lima SD pada umumnya, sehari-hari rutinitasku adalah bersekolah dan bermain bersama teman-teman. Namun, selain bersekolah di SD Ora et Labora Batam, aku juga memiliki hobi lain yaitu kungfu. Seni bela diri ini sudah memikatku sejak dulu. Melihat para atlet kungfu melakukan atraksi selalu membuatku terkagum-kagum.

Olahraga ini aku geluti sejak lama hingga sudah tak terhitung lagi berapa kejuaraan yang telah kumenangkan. Bahkan, aku sempat mendapatkan predikat juara satu perlombaan kungfu tingkat nasional di Batam.

Semua berjalan normal, hingga suatu hari saat hendak bertanding, tiba-tiba aku merasa lemas, berkunang-kunang, kemudian pingsan. Memang sudah beberapa minggu sebelumnya aku sering mengalami demam naik-turun dan memar-memar tanpa sebab.

Orangtuaku segera melarikanku ke IGD Rumah Sakit Graha Hermine, Batam. Setelah diperiksa, awalnya dokter mengira aku terkena demam berdarah. Aku dirawat selama tiga hari di rumah sakit. Namun, setelah diperiksa lebih lanjut oleh dokter spesialis anak, aku didiagnosis terkena kanker darah atau leukemia.

Sungguh aku tidak tahu apa itu kanker darah. Aku hanya tahu, kanker adalah penyakit yang mengerikan dan menakutkan bagi orang dewasa. Saat itu orangtuaku langsung lemas mendengar vonis dari dokter. Terutama ibuku yang sangat sedih dan terpukul.

Dokter spesialis anak kemudian merujuk aku ke Rumah Sakit Dharmais di Jakarta, untuk pemeriksaan bone marrow puncture (BMP) atau pungsi sumsum tulang. BMP ini dilakukan untuk mengetahui apakah aku benar-benar menderita leukemia atau tidak. Sesampainya di sana, aku diminta pergi ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), karena ternyata Rumah Sakit Dharmais hanya menerima pasien anak yang sudah terdiagnosis kanker.

Di RSCM aku bertemu dengan dr. Hikari Ambara Sjakti, Sp.A(K), dokter spesialis anak konsultan hematologi. Dari pemeriksaan BMP, dr. Hikari menyebutkan bahwa aku terkena leukemia jenis ALL (acute lymphocytic leukemia/leukemia limfotik akut).

Istilah itu sungguh terdengar asing bagiku. Aku hanya tahu bahwa setelah terdiagnosis ALL, aku harus menjalani serangkaian pemeriksaan lanjutan dan pengobatan yang tidak sebentar.

Ibu lalu memutuskan untuk menemaniku di Jakarta, sedangkan Ayah dan kedua adikku tetap tinggal di Batam. Pengobatan ALL meliputi prosedur kemoterapi dengan beberapa protokol. Pada protokol pertama, kemoterapi dilakukan satu-tiga kali per minggu selama 17 minggu.

Selagi kemoterapi aku dirawat di RSCM. Untungnya dokter-dokter di RSCM sangat baik kepadaku. Namun, yang paling aku tidak suka setelah kemoterapi aku sering mengalami mual-mual, muntah, dan rambutku rontok.

Proses kemoterapi yang kujalani juga sering kali tidak berjalan mulus. Karena di saat aku demam, trombositku menjadi rendah dan fungsi hati meningkat, sehingga dokter tidak menganjurkan untuk dikemoterapi agar kondisi fisikku tidak menurun. Rasanya aku sudah bosan disuntik. Namun di saat aku bosan, Ibulah yang selalu mengingatkanku untuk terus semangat.

Perjuangan Melawan Leukemia

Ya, ibuku memang tidak pantang lelah menemani aku selama di Jakarta. Selama pengobatan di RSCM, aku dan Ibu tinggal di rumah kerabat kami di Tangerang. Bahkan saat Ibu sedang hamil 5 bulan, ia membawaku naik-turun angkutan umum dari Tangerang menuju RSCM karena aku mengalami perdarahan dari gusi.

Sampai di RSCM, ibuku harus berjalan jauh mencari kantong darah untuk mengatasi perdarahan yang kualami. Sungguh aku kasihan melihat Ibu, tetapi apa daya saat itu tubuhku sangat lemah.

Sudah tak terhitung berapa biaya yang dikeluarkan oleh orangtua demi kesembuhanku. Sebenarnya pengobatan selama di RSCM sudah dibantu oleh program BPJS dari pemerintah. Tapi beberapa obat-obatan dan pengeluaran di Jakarta seperti tempat tinggal, transportasi ke rumah sakit, dan biaya hidupharus kami tanggung sendiri.

Ibu sempat putus asa dan ingin pulang ke Batam saja, karena biaya hidup di Jakarta yang mahal dan penghasilan Ayah sebagai karyawan tidak dapat menanggung seluruh biaya kami.

Di saat tak ada harapan itulah, Ibu berbincang-bincang dengan orangtua yang juga sedang mendampingi anaknya di RSCM. Kami diberi tahu bahwa ada rumah singgah untuk pasien anak kanker atau yang membutuhkan terapi jangka panjang di Jakarta.

Namanya, Rumah Harapan Valencia Care Foundation, di daerah Tebet. Saat tiba di sana, sudah banyak anak lain yang ternyata memiliki sakit yang sama sepertiku. Rasanya senang sekali bertemu dengan teman-teman seumuran, setelah sekian lama tidak berjumpa dengan teman-teman sekolah.

Di Rumah Harapan Valencia, aku tinggal bersama Ibu dan anak-anak lainnya. Kami merasa terbantu dengan adanya tempat ini, karena Ayah tidak lagi harus memikirkan biaya tempat tinggal, makan, dan transportasi kami ke RSCM.

Walau begitu, aku tetap saja rindu ingin pulang ke Batam dan bertemu dengan keluarga dan teman-teman. Ibu bilang kalau protokol pertama pengobatan Leukemia ini selesai, aku boleh pulang dulu ke Batam, kemudian kembali lagi ke Jakarta untuk melanjutkan protokol pengobatan yang kedua selama 110 minggu lamanya.

Tak hanya rindu dengan keluarga dan teman-teman, aku juga rindu sekali ingin makan mi instan dan sate kesukaanku. Setelah terdiagnosis ALL ini, banyak sekali pantangan makan yang harus kupatuhi. Mulai dari mi instan, makanan kemasan, makanan cepat saji, makanan yang dibakar, dan makanan yang mengandung MSG. Aku selalu menuruti kata dokter karena aku hanya ingin sembuh, supaya suatu saat nanti cita-citaku sebagai dokter bisa tercapai. Aku ingin menjadi dokter agar bisa menyembuhkan anak-anak yang sakit leukemia sepertiku.

Doakan aku, ya, supaya cepat sembuh dari Leukemia dan bisa sekolah lagi!

[RS/ RH]

LeukemiadokterAnakKanker

Konsultasi Dokter Terkait