HomeGaya hidupPerawatan PriaMenopause pada Pria, Benarkah Adanya?
Perawatan Pria

Menopause pada Pria, Benarkah Adanya?

dr. Irma Rismayanty, 14 Jun 2016

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Icon ShareBagikan
Icon Like

Menopause adalah suatu kondisi yang pasti terjadi pada wanita. Lalu, bagaimana dengan rumor bahwa menopause dapat terjadi pada pria? Berikut ulasannya.

Menopause pada Pria, Benarkah Adanya?

Menopause pada pria sebenarnya masih merupakan sebuah kontroversi. Tidak seperti menopause yang terjadi pada wanita, yang terjadi ketika produksi hormon berhenti secara total, proses menopause pada pria justru dapat terjadi berpuluh-puluh tahun.

Pria dapat mengalami penurunan kadar testosteron bersamaan dengan bertambahnya umur. Selain itu, penuruan kadar testosterone juga dapat dipengaruhi oleh beberapa penyakit, contohnya diabetes.

Semua wanita mengalami menopause. Namun pada pria, menopause hanya terjadi di beberapa pria saja. Istilah menopause pria menunjukkan ke perubahan hormon yang dialami oleh beberapa pria ketika mereka menua. Saat hal ini terjadi, maka penuruan kadar hormon testosterone di dalam tubuh pun ikut terjadi.

Pria sehat memiliki kadar testosteron 300–1200 ng/dl. Kadar testosteron pria mencapai puncaknya pada umur 20-an. Namun setelah umur 30 tahun, kadar testosteron pria umumnya menurun sekitar 1% per tahun. 

Maka dari itu, setelah mencapai usia 70 tahun, kadar testosteron bisa mencapai 50% dari kadar premenopausenya. Perubahan ini dapat mencetuskan perubahan secara fisik, emosional maupun psikologis.

Sebenarnya, kadar testosteron pria sangat bervariasi. Dr. Ciril Godec, seorang Kepala Urologi di Rumah Sakit Downstate Long Island mengatakan baha ia pernah melihat pria yang berusia 80 tahun dengan kadar testosteron 600 ng/dl. Sementara di waktu lain, ada pria yang berumur 30 tahun dengan kadar testosteron 150 ng/dl.

Berdasarkan hal ini, dokter lebih memilih untuk menyebut perubahan hormon pada pria tersebut dengan istilah “Andropause” atau kekurangan androgen pada pria yang sudah berumur. Istilah lainnya, seperti sindrome kekurangan testosteron, defisiensi androgen pada pria usia tua, hipogonadism pria serangan lambat.

Andropause dan hormon testosteron rendah atau yang biasa disebut “Low T” cukup menyita perhatian. Pasalnya, peneliti menemukan pria dengan Low T mempunyai angka kematian yang lebih tinggi daripada pria dengan kadar normal. Di sisi lain, banyak pria yang tidak menyadari bahwa mereka memiliki Low T sampai terdiagnosis.

Berikut ini gejala yang dapat menggambarkan kemungkinan Anda memiliki andropause atau Low T:

  • Gairah seksual (libido) yang menurun

Testosteron mempunyai peran vital dalam mempertahankan keinginan seksual. Oleh karena itu, pria dengan andropause sering mengalami penurunan gairah seksual (libido). Pada penetian yang dilakukan pada tahun 2000, yang mempelajari pria dengan andropause, ditemukan bahwa sebanyak 91% subyek penelitian menunjukkan penurunan libido.

  • Depresi

Testosteron membantu mengatur mood. Jadi, apabila kadar testosteron pria menurun, maka pria tersebut akan menjadi depresi. Pada sebuah penelitian mengenai depresi pada pria, peneliti menemukan bahwa semakin rendah kadar testosteronnya, maka semakin berat tingkat depresinya.

  • Kurang Energi

Testosteron membantu menjaga tingkat energi yang sehat. Pada keadaan andropause, pria akan mengalami kekurangan energi. Bahkan, mereka dapat langsung tertidur sehabis makan.

  • Insomnia

Testosteron memiliki peranan yang penting dalam pengaturan tidur. Jadi, pasien dengan andropause dapat mengalami insomnia dan gangguan tidur. Walaupun sebenarnya kurang energi dan insomnia tampak seperti pasangan yang tidak biasa, namun kondisi low T dapat menyebabkan dua kondisi tersebut.

  • Osteoporosis (pengeroposan tulang)

Testosteron membantu tubuh menjaga kepadatan tulang. Faktanya, hubungan antara osteoporosis dan testosteron sangatlah erat sehingga terkadang dokter memeriksa tes kepadatan tulang untuk mengetahui apakah pasien mempunyai low T.

  • Lemak Perut

Testosteron membantu memperlambat penumpukan lemak perut. Sementara ketika lemak perut naik, enzim yang ada di jaringan lemak mengubah testosteron menjadi estrogen, yang akan menurunkan kadar testosteron. Dengan penurunan kadar testosteron, lemak perut akan meningkat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa lemak perut adalah penyebab sekaligus akibat dari kadar testosteron yang rendah. Tidak dapat dipastikan kondisi mana yang pertama muncul di antara lemak perut dan low T.

Beberapa gejala di atas bisa jadi merupakan gejala penyakit atau faktor lain selain low T, termasuk efek samping pengobatan, masalah tiroid dan depresi. Maka, apabila Anda mengalami beberapa gejala di atas, segeralah berkonsultasi dengan dokter Anda untuk menentukan apakah benar Anda mengalami andropause. Dengan penatalaksanaan yang tepat dan dukungan yang baik, Anda akan dapat segera dipulihkan.

Namun ketika sudah ditemukan keadaan low T, terapi penggantian testosteron dapat membantu mengatasi gejala yang ada. Namun demikian, seperti halnya terapi penggantian hormon, terapi ini memiliki potensi risiko dan efek samping. Salah satu efek samping yang dapat terjadi adalah memperparah kanker prostat. Bentuk terapi pengganti tertosteron ini bisa dalam berupa tablet, patch, gel, implant ataupun injeksi.

Selain itu, dokter biasanya juga akan menyarankan beberapa perubahan gaya hidup, seperti pola makan dan pilihan makanan, program olahraga, dan terkadang memberikan obat antidepresi untuk membantu gejala dari andropause tersebut.

PriaMenopause

Konsultasi Dokter Terkait